Menjadi Hamba Allah Yang Berakhlak
Manusia adalah makhluk yang sempurna dan mulia, Letak kesempurnaan
dan kemuliaan manusia di antaranya terletak pada akhlaknya. Setiap tingkah laku
manusia mempunyai nilai. Tidak demikian dengan tingkah laku hewan. Karena
manusia disebut sebagai makhluk bersusila. Jika akhlaknya baik berarti ia telah
mampu mempertahankan harkat dan martabatnya sebagai manusia yang sempurna
dan mulia. Jika sebaliknya, maka sesungguhnya ia telah menjatuhkan harkat dan
martabatnya seperti binatang bahkan lebih hina dari pada binatang.
Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan
manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi)
tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti
hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah
(Q.S. Al-A’rƗf [7] :179)
1. pengertian akhlak
Secara bahasa kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-akhlak, yang
merupakan bentuk jamak dari kata khuluq atau al-khaliq yang berarti
a) tabiat, budi pekerti,
b) kebiasaan atau adat,
c) keperwiraan, kesatriaan, kejantanan
Sedangkan pengertian secara istilah, akhlak adalah suatu keadaan yang
melekat pada jiwa manusia, yang melahirkan perbuatan-perbuatan yang mudah,
tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian. Jika keadaan
(hal) tersebut melahirkan perbuatan yang baik dan terpuji menurut pandangan
akal dan hukum Islam, disebut akhlak yang baik. Jika perbuatan-perbuatan
yang timbul itu tidak baik, dinamakan akhlak yang buruk. Sebagian ulama’
memberi de¿nisi mengenai akhlak, yaitu:
Karena akhlak merupakan suatu keadaan yang melekat di dalam jiwa, maka
perbuatan baru disebut akhlak kalau terpenuhi beberapa syarat, yaitu:
a. Perbuatan itu dilakukan berulang-ulang. Kalau perbuatan itu dilakukan hanya
sesekali saja, maka tidak dapat disebut akhlak. Misalnya, pada suatu saat,
orang yang jarang berderma tiba-tiba memberikan uang kepada orang lain
karena alasan tertentu. Tindakan seperti ini tidak bisa disebut murah hati
berakhlak dermawan karena hal itu tidak melekat di dalam jiwanya.
b. Perbuatan itu timbul mudah tanpa dipikirkan atau diteliti terlebih dahulu
sehingga benar-benar merupakan suatu kebiasaan. Jika perbuatan itu
timbul karena terpaksa atau setelah dipikirkan dan dipertimbangkan secara
matang tidak disebut akhlak.
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam, sehingga
setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan
pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut al-akhlak al-karimah. Hal ini
tercantum antara lain dalam sabda Rasulullah saw;
2. Macam-Macam Akhlak
a. Akhlak Wad’iyyah
Akhlak Wad’iyyah adalah norma yang mengajarkan kepada
manusia dengan berpedoman kepada olah pikir dan pengalaman
manusia. manusia dengan menggunakan akhlaknya berpikir dan
bertindak kearah yang baik dan benar dengan menjadikan akal sebagai
rujukan dalam perbuatan kehidupan sehari-hari
Dengan demikian, akhlak, ini hanya mempunyai satu macam
sanksi, yaitu sanksi yang datang dari masyarakat (sesama manusia)
semata-mata
b. Akhlak Islam
Norma keagamaan adalah akhlak yang mengajarkan akhlak kepada
manusia dengan mengambil tuntunan yang telah diberikan Allah Swt.
dan Rasulullah saw. dalam Al-Qur’an dan hadis
Dengan demikian akhlak ini mempunyai dua macam sanksi apabila
dilanggar. Yang pertama adalah sanksi dari Tuhan (bersifat gaib)
dan yang kedua adalah sanksi yang datang dari masyarakat (sesama
manusia).
Adapun ciri-ciri akhlak Islam adalah:
1) Kebaikannya bersifat mutlak (al-khairiyah al-mutlaqah), yaitu
kebaikan yang terkandung dalam akhlak Islam merupakan kebaikan
yang murni, baik untuk individu maupun untuk masyarakat, di
dalam lingkungan, keadaan, waktu dan tempat apapun;
2) Kebaikannya bersifat menyeluruh (al-sʑ alahʑ iyyah al-ammah), yaitu
kebaikan yang terkandung di dalamnya merupakan kebaikan untuk
seluruh umat manusia di segala zaman dan di semua tempat;
3) Tetap dan kontekstual, yaitu kebaikan yang terkandung di dalamnya
bersifat tetap, tidak berubah oleh perubahan waktu dan tempat
atau perubahan kehidupan masyarakat;
4) Kewajiban yang harus dipatuhi (al-ilzƗm al-mustajab), yaitu
kebaikan yang terkandung dalam akhlak Islam merupakan hukum
yang harus dilaksanakan sehingga ada sanksi hukum tertentu bagi
orang-orang yang tidak melaksanakannya; dan
5) Pengawasan yang menyeluruh (ar-raqabah al-muhҕitʑah). Karena
akhlak Islam bersumber dari Tuhan, maka pengaruhnya lebih
kuat dari akhlak ciptaan manusia, sehingga seseorang tidak berani
melanggar kecuali setelah ragu-ragu dan kemudian akan menyesali
perbuatannya untuk selanjutnya bertaubat dengan sungguhsungguh
dan tidak melakukan perbuatan yang salah lagi. Ini terjadi
karena agama merupakan pengawas yang kuat. Pengawas lainnya
adalah hati nurani yang hidup yang didasarkan pada agama dan
akal sehat yang dibimbing oleh agama serta diberi petunjuk.
c. Persamaan antara akhlak, etika, moral dan budi pekerti
Etika berasal dari bahasa Yunani ethicos, atau ethos artinya
karakter, kebiasaan, kebiasaan, watak, sifat. Sedang secara istilah etika
ialah ilmu pengetahuan yang menetapkan ukuran-ukuran atau kaidahkaidah
yang mendasari pemberian tanggapan atau penilaia terhadap
perbuatan-perbuatan.
Sedangkan moral berasal dari bahasa Latin mores artinya mengenai
kesusilaan. Secara istilah moral adalah ajaran tentang baik dan buruk
yang diterima secara umum. Sedangkan budi pekerti berarti tabiat,
akhlak dan watak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara akhlak, etika,
moral dan budi pekerti memiliki persamaan, yaitu berbentuk perilaku
yang sifatnya netral. Misalnya ada orang yang berbuat buruk, maka
tidak tepat jika dikatakan bahwa orang tersebut tidak mempunyai
akhlak. Sebab akhlak itu sendiri adalah perilaku. Orang itu sudah
berperilaku, namun berperilaku yang buruk. Akan lebih tepat kalau
dikatakan bahwa orang tersebut berakhlak tercela.
Oleh karena itu, semuanya tergantung kepada setiap orang/
individu. Jika watak, karakter, kebiasaan dan tabiat itu mengarah dan
diarahkan kepada hal-hal yang baik, maka ia akan menjadi akhlak
terpuji. Sebaliknya, jika semua itu diarahkan kepada hal-hal yang jelek,
maka ia akan menjadi akhlak tercela. Karena itu, pembinaan akhlak itu
sama dengan pembinaan perilaku.
d. Cara Meningkatan Kualitas Akhlak
Peningkatan kualitas akhlak penting dilakukan untuk mencapai
kemuliaan hidup. Kualitas akhlak (kemuliaan) sudah menjadi tujuan
dari diutusnya Nabi Muhammad Saw, sesuai dengan sabdanya:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia.” Rasulullah Saw sendiri merupakan figur ideal dan contoh
kepribadian utama yang bisa dijadikan teladan.
Jika kita melihat kondisi seperti sekarang ini, masyarakat sedang
itu menjadi sesat. Usaha peningkatan kualitas akhlak bisa dilakukan dengan
mempelajari perumpamaan di dalam al-Qur’an, selanjutnya
menjadikan perumpamaan itu sebagai sarana mendidik akhlak
pribadi dan masyarakat. Selain itu, bisa menguatkan kesan
dan pesan yang berkaitan dengan makna yang tersirat dalam
perupamaan tersebut yang menghadirkan perasaan religius.
Rasa keberagaman yang tertanam di dalam hati akan
menguatkan keimanan seseorang. Dengan keimanan yang baik
dan kuat, maka diharapkan akan terbentuk perilaku dan akhlak
yang baik
b. Melalui keteladanan (uswatun hasanah)
Kebutuhan keteladanan sudah menjadi ¿trah setiap orang.
Karena itu, setiap pribadi hendaknya bisa menjadi teladan bagi
yang lain dalam usaha meningkatkan kualitas akhlak. Rasulullah
Saw adalah sosok teladan dalam kehidupan suami-istri, dalam
kesabaran menghadapi keluarganya, dan dalam mengarahkan istriistrinya
dengan baik. Beliau bersabda:
Dalam kehidupan keluarga, anak sangat membutuhkan
suri tauladan, khususnya dari kedua orang tuanya, agar sejak
kecil ia menyerap dasar tabiat perilaku Islam dan berpijak pada
landasannya yang luhur. Jika orang terdekat di dalam keluarganya
tidak bisa memberikan keteladanan yang baik, maka akan sangat
berpengaruh terhadap akhlak sang anak.
Di sekolah atau madrasah, murid sangat membutuhkan
suri tauladan yang dilihatnya langsung dari setiap guru yang
mendidiknya. Karena itu, baik guru ataupun orang tua hendaknya
memiliki akhlak yang luhur yang diserapnya dari Al-Qur’an dan
jejak langkah rasulullah saw.
Islam telah menjadikan pribadi Rasul sebagai suri tauladan
bagi seluruh pendidik, dari generasi ke generasi, dan selalu aktual
dalam kehidupan manusia. Setiap membaca riwayat kehidupannya
bertambah pula kecintaan kita kepadanya dan tergugah pula
keinginan kita untuk meneladaninya.
Islam tidak menyajikan keteladanan ini sekedar untuk dikagumi
atau sekedar untuk direnungkan khayal yang serba abstrak. Namun
semua itu diharapkan bisa diterapkan dalam diri sendiri, sehingga
bisa meniru akhlak Rasulullah Saw.
c. Melalui Latihan dan Pengamalan
Sebagaimana diketahui, Islam adalah agama yang menuntut
umatnya agar mengerjakan amal saleh yang diridhai Allah,
menuntut kita supaya mengarahkan tingkah laku, naluri, dan
kehidupan ini sehingga dapat mewujudkan perilaku dan akhlak
yang baik. Agar perbuatan itu bisa berujung kepada amal saleh,
maka dibutuhkan latihan dan pengalaman.
Islam menegaskan bahwa ibadah hanya akan diterima
jika dilaksanakan melalui ucapan dan perbuatan, sebagaimana
dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw kepada kita dan diikuti
oleh para sahabat, para tabi’in, imam yang empat, dan para ulama
hingga masa sekarang ini. Kedua perkara itu disatukan secara
ringkas di dalam ¿rman Allah Swt. di bawah ini:
Harus diketahui, akhlak tidak akan tumbuh tanpa diajarkan
dan dibiasakan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang akhlak
selain sebagai ilmu, secara bertahap juga harus diikuti secara
terus menerus bentuk pengamalannya, baik di rumah, di sekolah
maupun di masyarakat.
Rasulullah dalam banyak hadisnya memberikan pelajaran
melalui latihan dan pengalaman. Bagaimana beliau shalat dan
wudlu langsung dipraktikkan dan para sahabat diminta untuk
menirukan. Latihan dan pengalaman seperti ini bisa diterapkan di
rumah atau di madrasah. Guru atau orang tua melakukan gerakan
wudlu dan salat dengan sempurna, kemudian ditirukan oleh anakanak
dan murid-muridnya. Latihan dan pengalaman seperti ini bisa
dikembangkan dalam perilaku dan kegiatan sehari-hari sehingga
anak-anak sejak dini sudah berada dalam lingkungan yang mampu memberikan warna dan menyemaikan benih-benih akhlak yang
baik. Jika ini dilakukan secara istiqamah dan terus menerus akan
melahirkan suatu masyarakat yang berakhlak dan berbudi pekerti
yang baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar